Kota Pekanbaru adalah salah satu Daerah Tingkat II sekaligus sebagai ibukota Provinsi Riau, Indonesia. Sebelum ditemukannya sumber minyak, Pekanbaru hanyalah sebuah kota pelabuhan kecil yang berada di tepi Sungai Siak. Namun, saat ini Pekanbaru telah menjadi kota yang ramai dengan aktifitas perdagangannya. Letaknya yang strategis (berada di simpul segi tiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura), menjadikan Kota Pekanbaru sebagai tempat transit (persinggahan) para wisatawan asing, baik dari Singapura maupun Malaysia, yang hendak berkunjung ke Bukittinggi atau tempat-tempat lain di Sumatera. Keberadaan Kota Pekanbaru yang ramai ini memiliki sejarah dan kisah tersendiri bagi masyarakat Riau. Terdapat dua versi mengenai asal-mula kota ini yaitu versi sejarah dan versi kisah rakyat.
Menurut versi sejarah, pada masa silam kota ini hanya berupa dusun kecil yang dikenal dengan sebutan Dusun Senapelan, yang dikepalai oleh seorang Batin (kepala dusun). Dalam perkembangannya, Dusun Senapelan berpindah ke tempat pemukiman baru yang kemudian disebut Dusun Payung Sekaki, yang terletak di tepi Muara Sungai Siak. Perkembangan Dusun Senapelan ini erat kaitannya dengan perkembangan Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Pada masa itu, Raja Siak Sri Indrapura yang keempat, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, bergelar Tengku Alam (1766-1780 M.), menetap di Senapelan, yang kemudian membangun istananya di Kampung Bukit berdekatan dengan Dusun Senapelan (di sekitar Mesjid Raya Pekanbaru sekarang). Tidak berapa lama menetap di sana, Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah kemudian membangun sebuah pekan (pasar) di Senapelan, tetapi pekan itu tidak berkembang. Usaha yang telah dirintisnya tersebut kemudian dilanjutkan oleh putranya, Raja Muda Muhammad Ali di tempat baru yaitu di sekitar pelabuhan sekarang. Selanjutnya, pada hari Selasa tanggal 21 Rajab 1204 H atau tanggal 23 Juni 1784 M., berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku (Pesisir, Lima Puluh, Tanah Datar dan Kampar), negeri Senapelan diganti namanya menjadi Pekan Baharu.
Sejak saat itu, setiap tanggal 23 Juni ditetapkan sebagai hari jadi Kota Pekanbaru. Mulai saat itu pula, sebutan Senapelan sudah ditinggalkan dan mulai populer dengan sebutan Pekan Baharu. Sejalan dengan perkembangannya, kini Pekan Baharu lebih populer disebut dengan sebutan Kota Pekanbaru, dan oleh pemerintah daerah ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Riau.
Sementara menurut versi kisah rakyat yang sampai saat ini masih berkembang di kalangan masyarakat Riau, kerajaan yang berdiri di tepi Sungai Siak itu bernama Gasib. Kerajaan ini diperintah oleh seorang Raja yang bernama Gasib. Konon, Raja Gasib memiliki seorang putri yang cantik jelita, namanya Putri Kaca Mayang. Namun tak seorang raja atau bangsawan yang berani meminang sang Putri, karena mereka segan kepada Raja Gasib yang terkenal memiliki panglima gagah perkasa yang bernama Jimbam.
Pada suatu hari, Raja Aceh memberanikan diri meminang sang Putri, namun pinangannya ditolak oleh Raja Gasib. Karena kecewa dan merasa terhina, Raja Aceh berniat membalas dendam. Inilah kisahnya dalam kisah Putri Kaca Mayang.
* * *
Alkisah, pada zaman dahulu kala, di tepi Sungai Siak berdirilah sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan ini sangat terkenal, karena mempunyai seorang panglima yang gagah perkasa dan disegani, Panglima Jimbam namanya. Selama ia menjadi penglima Kerajaan Gasib, tiada satu pun kerajaan lain yang dapat menaklukkannya. Selain itu, Kerajaan Gasib juga mempunyai seorang putri yang kecantikannya sudah masyhur sampai ke berbagai negeri, Putri Kaca Mayang namanya. Meskipun demikian, tak seorang raja pun yang berani meminangnya. Mereka merasa segan meminang sang Putri, karena Raja Gasib terkenal mempunyai Panglima Jimbam yang gagah berani itu.
Pada suatu hari, Raja Aceh memberanikan dirinya meminang Putri Kaca Mayang. Ia pun mengutus dua orang panglimanya untuk menyampaikan maksud pinangannya kepada Raja Gasib. Sesampainya di hadapan Raja Gasib, kedua panglima itu kemudian menyampaikan maksud kedatangan mereka.
- “Ampun, Baginda! Kami adalah utusan Raja Aceh. Maksud kedatangan kami adalah untuk menyampaikan pinangan raja kami,” lapor seorang utusan.
- “Benar, Baginda! Raja kami bermaksud meminang Putri Baginda yang bernama Putri Kaca Mayang,” tambah utusan yang satunya.
- “Maaf, Utusan! Putriku belum bersedia untuk menikah. Sampaikan permohonan maaf kami kepada raja kalian,” jawab Raja Gasib dengan penuh wibawa.
Mendengar jawaban itu, kedua utusan tersebut bergegas kembali ke Aceh dengan perasaan kesal dan kecewa. Di hadapan Raja Aceh, kedua utusan itu melaporkan tentang penolakan Raja Gasib. Raja Aceh sangat kecewa dan merasa terhina mendengar laporan itu. Ia sangat marah dan berniat untuk menyerang Kerajaan Gasib.
Sementara itu, Raja Gasib telah mempersiapkan pasukan perang kerajaan untuk menghadapi serangan yang mungkin terjadi, karena ia sangat mengenal sifat Raja Aceh yang angkuh itu. Panglima Jimbam memimpin penjagaan di Kuala Gasib, yaitu daerah di sekitar Sungai Siak. Rupanya segala persiapan Kerajaan Gasib diketahui oleh Kerajaan Aceh. Melalui seorang mata-matanya, Raja Aceh mengetahui Panglima Jimbam yang gagah perkasa itu berada di Kuala Gasib. Oleh sebab itu, Raja Aceh dan pasukannya mencari jalan lain untuk masuk ke negeri Gasib.
Maka dibujuknya seorang penduduk Gasib menjadi penunjuk jalan.
- “Hai, orang muda! Apakah kamu penduduk negeri ini?”, tanya pengawal Raja Aceh kepada seorang penduduk Gasib.
- “Benar, Tuan!” jawab pemuda itu singkat.
- “Jika begitu, tunjukkan kepada kami jalan darat menuju negeri Gasib!” desak pengawal itu.
Karena mengetahui pasukan yang dilengkapi dengan senjata itu akan menyerang negeri Gasib, pemuda itu menolak untuk menunjukkan mereka jalan menuju ke Gasib. Ia tidak ingin menghianati negerinya.
“Maaf, Tuan! Sebenarnya saya tidak tahu seluk-beluk negeri ini,” jawab pemuda itu.
Merasa dibohongi, pengawal Raja Aceh tiba-tiba menghajar pemuda itu hingga babak belur. Karena tidak tahan dengan siksaan yang diterimanya, pemuda itu terpaksa memberi petunjuk jalan darat menuju ke arah Gasib.
Berkat petunjuk pemuda itu, maka sampailah prajurit Aceh di negeri Gasib tanpa sepengetahuan Panglima Jimbam dan anak buahnya. Pada saat prajurit Aceh memasuki negeri Gasib, mereka mulai menyerang penduduk. Raja Gasib yang sedang bercengkerama dengan keluarga istana tidak mengetahui jika musuhnya telah memporak-porandakan kampung dan penduduknya. Ketika prajurit Aceh menyerbu halaman istana, barulah Raja Gasib sadar, namun perintah untuk melawan sudah terlambat. Semua pengawal yang tidak sempat mengadakan perlawanan telah tewas di ujung rencong (senjata khas Aceh) prajurit Aceh.
Dalam sekejap, istana berhasil dikuasai oleh prajurit Aceh. Raja Gasib tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menyaksikan para pengawalnya tewas satu-persatu dibantai oleh prajurit Aceh. Putri Kaca Mayang yang cantik jelita itu pun berhasil mereka bawa lari.
Panglima Jimbam yang mendapat laporan bahwa istana telah dikuasai prajurit Aceh, ia bersama pasukannya segera kembali ke istana. Ia melihat mayat-mayat bergelimpangan bersimbah darah. Panglima Jimbam sangat marah dan bersumpah untuk membalas kekalahan Kerajaan Gasib dan berjanji akan membawa kembali Putri Kaca Mayang ke istana.
Pada saat itu pula Panglima Jimbam berangkat ke Aceh untuk menunaikan sumpahnya. Dengan kesaktiannya, tak berapa lama sampailah Panglima Jimbam di Aceh. Prajurit Aceh telah mempersiapkan diri menyambut kedatangannya. Mereka telah menyiapkan dua ekor gajah yang besar untuk menghadang Panglima Jimbam di gerbang istana.
Ketika Panglima Jimbam tiba di gerbang istana, ia melompat ke punggung gajah besar itu. Dengan kesaktian dan keberaniannya, dibawanya kedua gajah yang telah dijinakkan itu ke istana untuk diserahkan kepada Raja Aceh. Raja Aceh sangat terkejut dan takjub melihat keberanian dan kesaktian Panglima Jimbam menjinakkan gajah yang telah dipersiapkan untuk membunuhnya.
Akhirnya Raja Aceh mengakui kesaktian Panglima Jimbam dan diserahkannya Putri Kaca Mayang untuk dibawa kembali ke istana Gasib. Setelah itu, Panglima Jimbam segera membawa Putri Kaca Mayang yang sedang sakit itu ke Gasib. Dalam perjalanan pulang, penyakit sang Putri semakin parah. Angin yang begitu kencang membuat sang Putri susah untuk bernapas. Sesampainya di Sungai Kuantan, Putri Kaca Mayang meminta kepada Panglima Jimbam untuk berhenti sejenak.
“Panglima! Aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini. Tolong sampaikan salam dan permohonan maafku kepada keluargaku di istina Gasib,” ucap sang Putri dengan suara serak.
Belum sempat Panglima Jimbam berkata apa-apa, sang Putri pun menghembuskan nafas terakhirnya. Panglima Jimbam merasa bersalah sekali, karena ia tidak berhasil membawa sang Putri ke istana dalam keadaan hidup. Dengan diliputi rasa duka yang mendalam, Panglima Jimbam melanjutkan perjalanannya dengan membawa jenazah Putri Kaca Mayang ke hadapan Raja Gasib.
Sesampainya di istana Gasib, kedatangan Panglima Jimbam yang membawa jenazah sang Putri itu disambut oleh keluarga istana dengan perasaan sedih. Seluruh istana dan penduduk negeri Gasib ikut berkabung. Tanpa menunggu lama-lama, jenazah Putri Kaca Mayang segera dimakamkan di Gasib. Sejak kehilangan putrinya, Raja Gasib sangat sedih dan kesepian. Semakin hari kesedihan Raja Gasib semakin dalam. Untuk menghilangkan bayangan putri yang amat dicintainya itu, Raja Gasib memutuskan untuk meninggalkan istana dan menyepi ke Gunung Ledang, Malaka.
Untuk sementara waktu, pemerintahan kerajaan Gasib dipegang oleh Panglima Jimbam. Namun, tak berapa lama, Panglima Jimbam pun berniat untuk meninggalkan kerajaan itu.
Sifatnya yang setia, membuat Panglima Jimbam tidak ingin menikmati kesenangan di atas kesedihan dan penderitaan orang lain. Ia pun tidak mau mengambil milik orang lain walaupun kesempatan itu ada di depannya.
Akhirnya, atas kehendaknya sendiri, Panglima Jimbam berangkat meninggalkan Gasib dan membuka sebuah perkampungan baru, yang dinamakan Pekanbaru.
Hingga kini, nama itu dipakai untuk menyebut nama ibukota Provinsi Riau yaitu Kota Pekanbaru. Sementara, makam Panglima Jimbam masih dapat kita saksikan di Hulu Sail, sekitar 20 km dari kota Pekanbaru.
* * *
Cerita rakyat di atas tidak hanya mengandung nilai-nilai sejarah, tetapi juga mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai moral tersebut adalah sifat setia dan tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya. Kedua sifat tersebut tercermin pada sifat Panglima Jimbam. Kesetiaan Panglima Jimbam ditunjukkan pada sifatnya yang tidak mau bersenang-senang di atas penderitaan rajanya, Raja Gasib. Ia tidak mau menikmati segala kesenangan dan kemewahan yang ada dalam istana, sementara rajanya hidup menderita dan dirundung perasaan sedih, karena ditinggal mati oleh putri tercintanya.
Di samping itu, Panglima Jimbam juga merasa bahwa ia tidak berhak untuk menikmati segala kemewahan itu, karena bukan hak miliknya.
UPDATE
Kisah Putri Kaca Mayang yang Ditetapkan Jadi Nama Taman Hiburan Kesohor di Pekanbaru
Makam Putri Kaca Mayang berada di Desa Gasib Kecamatan Kotogasib Kabupaten Siak, Riau, untuk menjumpai makam ini tidaklah begitu sulit. dari Pekanbaru menuju pemakaman ini dapat ditempuh dengan perjalanan 2 jam.Panduan yang paling mudah untuk menemui makam ini adalah Tugu Perbatasan Kecamatan Tualang dan Kotogasib.
Berselang 1 km dari tugu perbatasan tersebut dapat kita jumpai sebuah Tugu yang berbentuk mahkota dan juga rambu petunjuk informasi Makam Putri Kaca Mayang, dan dari tugu tersebut perjalanan kita lanjutkan ke arah dalam menuju areal Pabrik Kelapa Sawit PT Kimia Tirta Utama, diperkirakan jarak dari Tugu ke Makam Putri Kaca Mayang sejauh 10 km.
Akses menuju makam ini bisa dikatakan cukup baik, karena jalan yang kita lalui adalah jalan milik perusahaan. Sepanjang perjalanan menuju Makam kita akan menjumpai perkebunan kelapa sawit dan juga infrastruktur milik perusahaan.
Konon Putri Kaca Mayang merupakan putri yang cantik dan merupakan putri dari Raja Gasib. Keberadaan Putri Kaca Mayang dianggap sebagai sosok yang misterius bagi warga Gasib. Menurut warga Gasib, dulunya di sekitar Makam Putri Kaca Mayang ditemukan benteng dan juga bekas puing-puing kerajaan. Namun kini semuanya telah sirna dan hilang, karena minimnya pengetahuan masyarakat sekitar mengenai sejarah dan cagar budaya. Kini, nama Putri Kaca Mayang dijadikan sebuah nama tempat hiburan di Kota Pekanbaru, yaitu Taman Ria Putri Kaca Mayang, namun keberadaan taman ini, konon, akan digusur. Taman Ria Putri Kaca Mayang akan dijadikan sebuah Taman Kota.
Panglima Jimbam dan Putri Kaca Mayang
Panglima Jimbam adalah seorang kesatria di masa Kerajaan Gasib, Siak Sri Indrapura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Panglima Jimbab terkenal karena mampu membawa Putri Kaca Mayang dari penculikan masa kerajaan Aceh, seorang diri. Selama itu, Panglima Jimbab membawa Putri Kaca Mayang dari Aceh ke Koto Gasib, namun akhirnya meninggal dunia. Makamnya, dapat dilihat di Kota Gasib, Siak, Riau.
Inilah kisah disampaikan oleh orangtua-tua melayu Riau tentang wanita cantik, putih melepak (putih sekali), tinggi langsing anak seorang raja di sebuah Kerajaan Gasib di Kuala Gasib, Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Bahkan, makam Putri Kaca Mayang yang berhasil ditemukan warga setempat, ternyata menebarkan wangi yang harum dan dapat dikujungi di Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Namun, keberadaan Kerajaan Gasib hingga kini masih misteri. Tapi, banyak bukti ilmiah dan misteri selalu terungkap di wilayah Sungai Gasib (anak sungai Siak) tersebut. Bahkan, cerita rakyat atau bisa disebut legenda ini terus bergulir hingga ke anak cucu. Bahkan bukti nyata atas cerita ini bahkan terus berkembang di masyarakat.
Nah, banyak cerita mistik sebelum makam tersebut ditemukan. Malah, jika salah cakap dan kata-kata, ada juga warga sekitarnya, harus berputar-putar di sekitar hutan, namun akhirnya dia kembali juga pulang ke rumah. Sementara harum semerbak wangi di makam putri tersebut sudah lama disampaikan oleh orangtua-tua dahulu.
Bukti nyata, setelah hasil kajian mistik dan ilmiah, mengapa makan tersebut wangi, karena memang di sekitar makam Putri Kaca Mayang terletak di kawasan hutan dengan berjejer jenis pohon Seminai. Nah, pohon inilah yang mengeluarkan harum semerbak wangi tersebut. Ini juga diperkuat dengan cerita nenek moyang dulu.
Malah, ada juga penduduk setempat pernah melihat bentuk kerajaan Ghasib sebenarnya. Katanya, kerajaan Gasib itu terlihat dari kayu yang kuat dan besar. Didepan gerbang pagar tersusun kayu besar sebagai batas kerajaan yang di dalamnya juga terdapat pemukiman penduduk. Bangunan kerajaan yang yakini terbuat dari kayu pilihan itu, berbentuk panggung dengan tangga pintu masuk kerajaan sangat besar. Tingginya diperkiraan mencapai lebih dari enam meter.
Sampai-sampai, cerita meriam kerajaan Gasib masih terlihat dan keluar berjalan di sungai Gasib, Buatan. Mengapa, Kerajaan Ghasib masih misteri? Sementara makam Putri Kaca Mayang sudah ditemukan masyarakat setempat? Bahkan ada cerita seorang Panglima Ghasib yang terkenal dengan kekuatannya yakni Panglima Jimbam. Hanya saja, banyak di dunia maya (internet) menulisnya Panglima Ginpam atau Gimpam. Padahal penulisan nama ini dinilai banyak orang tetua-tua Siak adalah salah, Yang benar adalah Jimbam.
Terakhir, kini ditemukan sebuah mahkota Putri Kaca Mayang Putri Raja Kerajaan Ghasib tersebut. namun sumber yang satu-satunya terlihat di media maya itu, tidak diketahui. Namun, banyak pendapat, jika benar mahkota Putri Kaca Mayang itu betul, maka biasanya ia mirip dengan Mahkota Putri kerajaan di Jawa.
Kesaktian kekuatan Panglima Jimbam ini tidak diragukan lagi. Ia mampu pergi sendiri mengambil Putri Raja Putri Kaca Mayang yang diculik oleh Kerajaan Aceh. Atas perintah raja Ghasib, Panglima Jimbam mengerahkan kekuatan dan kesaktiannya melawan pasukan kerajaan Aceh. Perseteruan antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Ghasib sudah lama terdengar. Bahkan dalam sejarah pun telah menulisnya. Begitu pula referensi di Belanda.
Pertikaian kerajaan Aceh dengan Kerajaan Ghasib dimulai ketika ekspansi kerajaan Aceh di Riau. Sementara kerajaan Ghasib saat itu masih memegang aliran kepercayaan, animisme dan dinamisme. Islam mulai masuk, namun hal ini juga didukung dengan terkenalnya kecantikan Putri Kaca Mayang saat itu. Sementara Kota Pekanbaru saat itu belum terbentuk, begitu pula Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Namun aksi yang dilakukan Panglima Jimbam di Kerajaan Aceh berbilang hasil. Ia memboyong kembali Putri Kaca Mayang dengan mengangkat hanya sebelah tangannya dari Aceh ke Kuala Ghasib. Namun sayang, nyawa putri tidak tertolong lagi. Putri Kaca Mayang akhirnya wafat, sebelum sampai ke kerajaan Ghasib. (Agatha Nicole Tjang – Ie Lien Tjang © http://agathanicole.blogspot.co.id)