Seorang putri muda yang elok, pernah berlayar jauh dilautan, memburu kekasih hatinya dari Cina ke Nusantara. Dia pernah meninggalkan kisah indah romantis sebagai istri ulama tinggi di Tanah Jawa, SUNAN GUNUNG JATI, yang menjadikannya NYI ONG TIEN dengan gelar PUTRI LARAS SUMANDING di Keraton Kasepuhan Kesultanan Pakungwati Cirebon sekitar 600 tahun yang silam.
PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 ATAU PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘
merupakan putri dari salah satu kaisar dari DINASTI MING . Kisah Cinta Putri Ong Tien telah melegenda sehingga masuk dalam lingkaran keluarga kesultanan Cirebon dan menjadi bagian penyebaran Islam di Jawa Barat.
merupakan putri dari salah satu kaisar dari DINASTI MING . Kisah Cinta Putri Ong Tien telah melegenda sehingga masuk dalam lingkaran keluarga kesultanan Cirebon dan menjadi bagian penyebaran Islam di Jawa Barat.
∞∞∞
Sebelum Dinasti Ming berdiri, banyak pejabat tinggi muslim asal Arab dan Asia Tengah yang duduk di pemerintahan Dinasti Yuan, antara lain SAI DIAN CHI atau SAYIDINA SYAMSUDDIN (1211-1279) gubernur provinsi Yunnan pertama dalam sejarah, yang ditunjuk oleh kaisar Kubilai Khan, Dinasti Yuan.
Saat itu banyak muslim asal Arab dan Asia Tengah yang tertawan dan dibawa ke Cina oleh pasukan Mongol. Kemudian Anak-cucu Jenghis Khan memerintah Cina dan mendirikan Dinasti Yuan (Guan). Pada zaman Dinasti Yuan, Orang-orang Muslim dari Asia Tengah ini menduduki posisi dan jabatan penting dalam pemerintahan.
Kemudian bangsa Han berkoalisi dengan orang muslim melakukan pemberontakan terhadap Dinasti Yuan lalu
mendirikan Dinasti Ming dengan mengangkat ZHU YUANZHANG sebagai Kaisar pertama. ZHU YUANZHANG (1328-1398) bukanlah seorang bangsawan. ia berasal dari kalangan rakyat biasa. Di masa Dinasti Ming ini, LAKSAMANA CHENG HO yang merupakan keturunan ke-6 dari Sai Dian Chi atau Sayidina Syamsuddin di angkat menjadi Komandan Armada laut, Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai (Aceh), ia memberi lonceng raksasa “CAKRA DONYA” kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Laksamana Cheng ho membawa beberapa orang muslim lainnya dalam pelayarannya, di antaranya: MA HUAN dan GUO CHONGLI, yang pandai berbahasa Arab dan Persia, Cheng ho memainkan peranan penting dalam mempererat hubungan antara Tiongkok dengan negara-negara Asia-Afrika. Termasuk jawa, Sumatera dan Bali. Tahun 1407, Armada Laut Laksama Cheng Ho merebut Palembang lalu di wilayah ini di bentuk komunitas Tionghoa Muslim pertama di wilayah Sumatera. kemudian Tahun 1413, Cheng Ho menempatkan BONG TAK KENG di Champa dan GANG ENG CU di Manila, Filiphina, untuk memimpin Komunitas Muslim Tionghoa.
Pada tahun 1415, Armada Laut Kaisar ZHU YONGLE ( ZHU YUANZHANG → ZHU GAO ZHI 朱高炽→ ZHU YONGLE → MING HONG GIE 明洪熙 ) melakukan perjalanan Diplomasi ke Majapahit, di antara yang ikut rombongan pelayaran Laksamana Cheng Ho kali ini adalah SYEKH QURO dan SYEKH DATUK KAHFI. Dalam pelayaran menuju Majapahit, Armada Cheng Ho singgah di Pura, Karawang. Ketika berlabuh di Pura Karawang ini Syekh Quro dan putranya yang bernama SYEKH BENTONG alias TAN GO HWAT turun dan menetap di karawang. sedangkan Syekh Datuk Kahfi menetap di Cirebon. Kedua tokoh ini yang mengajarkan Islam pertama kali di Jawa Barat.
Note :
Syekh Bentong alias Tan Go Hwat akhirnya menetap sampai akhir hayatnya di Gresik (Jawa Timur) setelah menikah dengan Siu Te Yo dan memiliki putri bernama Siu Ban Ci, Siu Ban Ci sendiri adalah Istri dari Prabu Brawijaya V Raja Majapahit terakhir dan memiliki putra PANEMBAHAN SENOPATI JIN BUN atau RADEN PATAH pendiri kerajaan Islam Demak yang dibesarkan di palembang oleh pamannya ARYA DAMAR atau SWAN LIONG (Putra Naga Berlian) ....... (baca artikel tentang MUNCULNYA ADIPATI JIN BUN 靳卟嗯- RADEN PATAH)
Kisah PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘 bermula dari kunjungan SYARIF HIDAYATULLAH (yang kemudian kita kenal sebagai salah satu dari 9 wali besar Islam (Wali Songo) dengan nama Sunan Gunung Jati) di indonesiake negeri Tiongkok Pada tahun 1471. Kunjungan nya ke Negeri Tiongkok ini terjadi berkat hubungan Diplomasi yang sudah di bangun oleh Laksamana Cheng Ho. dan Penguasa Caruban sebelum berdirinya kesultanan Cirebon, Selain itu Kunjungan Syarif Hidayatullah ke negeri Tiongkok merupakan upaya memper erat hubungan muslim Cirebon dengan komunitas muslim di Guangzhou keturunan Saad bin Abi Waqqash dan tiga sahabatnya dan Komunitas muslim Suku Hui di Yunnan.
Di Tiongkok Syarif menetap sementara lama di salah satu ibu kota Negara bagian yang bertetangga dengan Ibu kota Peking (Beijing sekarang) . Di Guangzhou Islam sudah mulai berkembang dibawa oleh PANGLIMA BESAR ISLAM, SAAD BIN ABI WAQQASH saat berkunjung untuk pertama kalinya ke China pada tahun 616 M. Pada tahun 650 M, Saad bin Abi Waqqash kembali berkunjung ke China untuk kedua kalinya, dengan berlayar melalui Samudera Hindia ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou, kemudian paman nabi ini menetap di Guangzhou dan mendirikan MASJID HUAISHENG yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga di China. Guangzhou terletak di daerah bagian selatan Tiongkok, dijuluki sebagai “gerbang selatan Tiongkok”, orang Islam di Tiongkok di sebut sebagai orang SARACEN, sedangkan Islam di sebut sebagai YISILAN JIAO atau agama yang murni. Sementara MAKKAH disebut sebagai tempat kelahiran BUDDHA MA-HIAWU (Kota Kelahiran Utusan Tuhan).
Di kota Guangzhou inilah SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI menetap, satu-satunya tempat komunitas muslim Tionghoa yang telah membangun Masjid Huaisheng bersama Saad bin Abi Waqqash delegasi KHALIFAH USMAN BIN AFFAN (644-656M)yang membawa hadiah dan diterima dengan baik oleh kaisar Dinasti Tang, Kao-Tsung (650-683). Selang beberapa lama Di kota Guangzhou, SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI dapat kehormatan menghadap Kaisar Hong Gie, Putra Mahkota Kaisar Yung Lo atau ZHU YONGLE dari Dinasti Ming. Di istana Kaisar Hong Gie, SYARIF HIDAYATULLAH bertemu dengan PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘.
Pertemuan pertama ini membuat putra SYEKH SYARIF ABDULLAH UMDATUDDIN BIN ALI NURUL ALIM ini akrab dengan Putri Kaisar Hong Gie. Keakraban yang berlangsung lama, memberikan mereka perasaan yang berbeda. Cinta lalu tumbuh bersemi namun hubungan asmara ini tidak di restui Kaisar Hong Gie. Untuk mencegah hubungan ini berlanjut ke jenjang pernikahan, Kaisar Hong Gie mendeportasi SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI ke luar dari negeri Tiongkok, Lalu Pendiri kesultanan Cirebon ini menetap di salah satu tempat di kota kelahiran Laksamana Cheng Ho, di Yunnan.
Yunnan adalah sebuah provinsi tempat tinggal suku-suku minoritas Tiongkok, Etnis minoritas Tionghoa pemeluk agama Islam, seperti Bangsa Hui terkonsentrasi dan berdomisili di Yunnan, Suku Hui sendiri adalah hasil asimilasi dan merupakan keturunan dari suku Han dengan bangsa Persia dan Arab sejak zaman Dinasti Tang. Sekitar abad ke-7. Para pedagang Persia dan Arab yang datang melalui Jalan Sutra, biasanya menetap di Chang’an dan sekitarnya, Sedangkan yang datang melalui jalan laut menetap di daerah Quanzhou dan Zhangzhou di pesisir Fujian. Para penduduk Muslim pendatang tersebut akhirnya berhasil mengasimilasikan diri dengan bangsa Han dan mengadaptasi adat istiadat dan kebudayaan setempat. Mereka inilah yang kemudian menurunkan suku Hui.
Ketika berbagai pemberontakan terhadap kekuasaan Dinasti Yuan meletus, banyak di antara orang-orang yang berperan penting di dalam pemberontakan merupakan orang-orang Islam. Puncak perlawanan kepada Dinasti Yuan terjadi di tahun 1368, saat jatuhnya kekuasaan Dinasti Yuan. Setelah menetap tidak begitu lama bersama komunitas muslim di Yunan kemudian SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI, kembali ke Cirebon.
Menurut Legenda, Kaisar mengundang SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI datang ke istana. Ulama kelahiran mesir itu diminta untuk menebak apakah PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘 hamil atau tidak. padahal perut sang putri sengaja diisi tempat beras agar kelihatan hamil. Sebelumnya, Kaisar menyuruh PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘, mengganjal perutnya dengan baskom, sehingga tampak seperti hamil, kemudian duduk berdampingan dengan saudarinya yang memang sedang hamil tiga bulan. SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI menunjuk PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘 sebagai putri yang sedang hamil. Dengan menunjuk PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘 yang hamil tebakan SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI di nyatakan salah.
SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI ditertawakan oleh para pembesar kerajaan Tiongkok. sebab kehamilannya itu sengaja di rekayasa oleh Istana dengan melilitkan bokor di perutnya untuk mengujinya. Namun, ternyata secara ajaib PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘 benar-benar hamil, sedangkan kandungan saudarinya justru lenyap.
Kisah Cinta Putri Tan Hong Tien Nio pada Ulama kebangsaan Mesir yang bergelar MAULANA ISNANUL KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI ini, yang semula Kaisar tidak merestui putrinya menikah dengan orang asing namun kemudian Putri Ong Tien direstui oleh Kaisar Hong Gie, dengan restu Kaisar, sang putri beserta rombongan kerajaan menyusul SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI ke Kesultanan Cirebon. Putri Tan Hong Tien Nio berlayar menempuh perjalanan laut melintasi Laut Cina Selatan dan Laut Jawa dengan menumpangi kapal layar kerajaan China menuju Cirebon. Kaisar Hong Gie mengutus tiga orang pembesar kerajaan untuk menemani perjalanan putrinya. Tiga orang tersebut adalah PAI LI BANG, LIE GUAN CHANG dan LIE GUAN HIEN. Pai Li Bang adalah seorang menteri kerajaan DInasty Ming dan sekaligus murid SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI.
Dalam pelayaran, rombongan Putri Ong Tien dan Pai Li Bang singgah di Kadipaten Sriwijaya. Penduduk Sriwijaya, Komunitas muslim Tionghoa yang sebelumnya di bentuk oleh Cheng Ho mengangkat Pai Li Bang, untuk menjabat sebagai Adipati Sriwijaya pengganti ADIPATI ARYA DAMAR. Karena Arya Damar alias SWAN LIONG (PUTRA NAGA BERLIAN) telah meninggal. Setelah penobatan Adipati Pai Li Bang itu Kadipaten Sriwijaya di kenal dengan nama Kadipaten Pai Li Bang. Dalam perkembangannya lama kelamaan pengucapan nama Kadipaten Pai Li Bang berubah menjadi KADIPATEN PALEMBANG DARI NAMA PAI LI BANG.
Arak-arakan Putri Tan Hong Tien Nio di Upacara Kesultanan Cirebon |
Dalam kisah pencarian PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘 sempat pula masuk pelabuhan Blanakan (di Karawang – Jawa Barat), hingga masuk ke pelabuhan Cimanuk Indramayu untuk membeli bahan makanan, sebelum akhirnya kapal layar sang putri merapat di pelabuhan Cirebon. Saat mendarat di Cirebon, rombongan kerajaan pengiring Putri Lie Ong Tien membawa serta berbagai barang berharga dari kerajaan Tiongkok. Kong-kong, piring-piring panjang, keramik, guci, tembikar, pakaian sutra, permata, piring dan perhiasan emas. Putri Ong Tien , yang hatinya telah diliputi perasaan cinta langsung berlari kegirangan dan tanpa di sadari olehnya, kalung yang dipakainya tersangkut dahan hingga terjatuh diantara timbunan pasir laut di daerah pesisir Pasir Ipis, daerah Ciledug. Menurut Legenda, kalung yang dipakai Putri Tan Hong Tien Nio ini berbentuk rantai tipis yang terbuat dari emas putih dengan dihiasi berlian ungu dan ditengahnya terdapat batu mulia besar yang sangat indah dipandang mata. Batu mulia besar indah yang dipakai Putri Tan Hong Tien Nio merupakan batu mata kucing hijau dengan serabut urat air yang sangat lembut. Batu itu adalah Batu kemilau dengan struktur seberat 39 crat, berwarna hijau crystal dan bercahaya emas memanjang menjadikan batu ini terindah di dunia sampai saat ini.
Makam Nyi Ong Tien di Astana Gunung Jati |
Pernikahan antara Putri Tan Hong Tien Nio dengan SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI terjadi pada tahun 1481, Setelah pernikan ini Putri Kaisar Hong Gie oleh SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI, yang menjadikannya NYI ONG TIEN dengan gelar PUTRI LARAS SUMANDING dan menjadi seorang muslim. Begitulah tidak lama setelah pernikahan yang romantis, kedua mempelai dikaruniahi seorang bayi laki-laki yang mungil, dan diberi nama gelar PANGERAN KUNINGAN, yang kemudian menjadi nama sebuah kabupaten Jawa Barat paling ujung timur dengan nama KABUPATEN KUNINGAN yang terletak di bawah kaki gunung ciremai sejajar dengan gunung jati. Namun sayang usia Pangeran Kuningan hanya bertahan 4 bulan saja, yang meninggal karena terserang sakit, dan tak lama kemudian pada tahun 1485 Putri Tan Hong Tien Nio pun meninggal dunia.
Keberadaan Putri Ong Tien ini bisa dibuktikan dengan adanya makam bergaya China yang ada di dekat makam Sunan Gunung Jati di Cirebon. Ratu Laras Sumanding Nyi Ong Tien memang ada orangnya, karena jelas ada makamnya di Kompleks Pemakaman Gunung Sembung. Tercatat nama lengkap kelahirannya Tan Hong Tien Nio 陈凤珍娘, walaupun ada yang mencatat sebagai Lie Ong Tien 李凤珍.
∞∞∞
FAKTA DAN PERTIMBANGAN SERTA KERAGUAN KETURUNAN SANG PUTRI
Altar Putri Ong Tien, Istri Sunan Gunung Jati |
Sewaktu SAYYID AL-KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI) dilahirkan di Kairo pada tahun 1448, Armada Ming pimpinan Cheng Ho sudah bubar 10 tahun dan perairan Tiongkok sudah disegel tertutup untuk pelayaran masuk keluar, lagi pula setelah pegusuran masal Muslim Tionghoa yang berturut-turut dari Teluk Zaitun, Quanzhou Hokkian dan Dali, Kunming Yunnan lebih dari seratus tahun sebelumnya, pusat Muslim Tionghoa sudah bergeser dari Tiongkok ke Indrapura (sekarang Da Nang) di Negeri Champa yang terletak dipertengahan Vietnam. Maka bukanlah ke Cina Dinasti Ming yang SAYYID AL-KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI tuju, semestinya hanya ke Indrapura, Champa yang pada waktu itu memang adalah negeri bagian Tiongkok. Dari sana juga ada kedatangan putri-putri Cina seperti IBUNDA RADEN PATAH (PANEMBAHAN SENOPATI JIN BUN), yakni SIU BANCI atau NYAI CAMPA selir Prabu Brawijaya V, maupun SUNAN AMPEL ATAU BONG SWI HOO dan lainnya yang asal Cina diabad 15.
Bisa jadi memang pernah SAYYID AL-KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI seorang tabib sakti menemui seorang pedagang kaya ataupun orang besar setempat yang mengakibatkan pertemuan dengan putri Tan Hong Tien Nio 陈凤珍娘, dengan atau tanpa legenda pura-pura hamilnya. Ong Tien Nio semestinya bukan putri sendirinya pembesar tersebut. Ini ditinjau dari beberapa nama marga Ong Tien yang berlainan, TAN atau LIE.
Bila namanya sekarang resminya Tan Hong Tien Nio 陈凤珍娘, itu berarti nama kelahirannya dari MARGA TAN, sedangkan nama lain yang ber- MARGA LIE adalah Lie Ong Tien 李凤珍 setelah masuk dalam keluarga besar juragan sipembesar tersebut. Artinya Ong Tien bisa jadi anak angkatnya ataupun hanya gadis belian sebagai seorang pembantu rumah tangganya, yang dipanggil keluar pada saat Pak Lie menguji kesaktian SAYYID AL-KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI dirumahnya Pembesar bermarga LIE tersebut di indrapura, jadi bukan di dartan Cina Tiongkok pada masa Dinsti Ming.
Sepanjang ribuan tahun, dari zaman Dinasti Song diabad 10 sampai berakhirnya Dinasti Qing di Tiongkok pada permulaan abad 20, wanita Tionghoa terbagi 2 golongan status dalam masyarakat yang perbedaannya bagaikan langit dan bumi. Golongan bangsawan dan elite yang kakinya harus dibalut sejak kecil sehingga hanya
berukuran separuh dari kaki normal dalam pertumbuhannya. Dari kecilnya kaki-kaki gadis melambangkan kecantikan dan keagungan keluarganya. Golongan rendah dan suku minoritas tidak perlu kakinya dibalut demi keperluan untuk bekerja kasar. Selain itu maksud dengan kaki kecil supaya tidak keluar bepergian, dan tidak sampai menampakkan diri dimuka umum, bila terlanggar tidak bakal ada pemuda dari keluarga bangsawan yang mau menikahinya. Dengan kata lain, seorang pembesar seperti pembesar bermarga LIE tersebut diatas, tidak mungkin mengeluarkan putrinya sendiri untuk menguji SAYYID AL-KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI dimuka umum, apa lagi kalau pembesar bermarga LIE tersebut memang seorang raja Tionghoa setempat. Dengan “kaki kecil” tidak mungkin Ong Tien bisa bepergian sejauh ke Nusantara dijaman itu (???).
Skenario pertemuan SAYYID AL-KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI dengan Nyi Ong Tien diteruskan dengan kerelaan sigadis yang berbudaya, bersantun dan kritis itu diam-diam menitipkan hatinya kepada SAYYID AL-KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI, demi merubah nasib hidupnya yang lebih baik daripada sebagai pembantu rumah tangga atau penghibur tamu keluarga besar pembesar bermarga LIE tersebut. Disini latar belakang kelahiran Nyi Ong Tien yang sesungguhnya tidak diketahui, bisa jadi asal dari keluarga Tan yang berkekurangan. Sewaktu Ong Tien hanya berusia sekitar 20 tahun, dibawa bersama putri “geisha” lainnya dalam rombongan saudagar Tionghoa Tanglang (Hokkian) atau Muslim Tionghoa LIE GUAN CANG dan LIE GUAN HIEN dari Champa ke NANYANG YAITU NUSANTARA. Berlabuhlah kapal niaganya di Muarajati, Cirebon untuk berdagang bahan pakaian (tekstil) dan membeli hasil bumi di wilayah kesultanan Cirebon, ini bisa disebabkan daerah Kesultanan Cirebon tersebut sudah pernah kedatangan orang Tionghoa Tanglang (asal Hokkian) yang berdagang, yakni saudagar besar DAMPO AWANG ONG KENG HONG dari Simongan yang sampai menikahi NYAI RARA RUDRA ADIK KI AGENG TAPA disana, atau tentunya atas undangan pribadi SAYYID AL-KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI yang sudah naik tahta menjadi Sultan disamping diangkat sebagai ulama tinggi “SUNAN” di Jawa Barat.
Dari banyak sumber semua masih meragukan dan malu-malu atau belum bisa memastikan dan mengungkap misteri siapakah sebenarnya tokoh PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘, sehingga kisah “sang putri” lebih mirip legenda cerita rakyat atau dongeng atau mitology/mitos, tetapi “sosoknya ada”, “makamnya ada”, “sejarah peninggalannya ada”, yang artinya secara DE FACTO sejarahnya ada bukan mitos, hanya saja secara DE JURE masih sulit dibuktikan.
SUNAN GUNUNG JATI
Lain halnya dengan SAYYID AL-KAMIL atau SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI yang begitu jelas identitasnya. SUNAN GUNUNG JATI atau SYARIF HIDAYATULLAH (Arabic: شریف ھدایة لله Sharīf Hidāyah Allāh) atau SAYYID AL-KAMIL adalah salah seorang dari Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan SYARIF ABDULLAH UMDATUDDIN BIN ALI NURUL ALIM (seorang penguasa mesir) dan NYAI RARA SANTANG, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi SYARIFAH MUDAIM.
SYARIF HIDAYATULLAH sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan dukungan Kesultanan Demak dan RADEN WALANGSUNGSANG atau PANGERAN CAKRABUANA, Raja Cirebon pertama sekaligus paman SYARIF HIDAYATULLAH dari pihak ibu, ia dinobatkan menjadi Raja Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar MAULANA JATI.
Nama SYARIF HIDAYATULLAH kemudian diabadikan menjadi nama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di daerah Tangerang Selatan, Banten. Sedangkan nama Gunung Jati diabadikan menjadi nama Universitas Islam negeri di Bandung, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati.
Syarif Hidayatullah adalah putera dari Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim yang bergelar Sultan Mahmud (Sultan Hud) dan merupakan penguasa Mesir yang menikah dengan Nyi Mas Rara Santang puteri dari Jayadewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja yang setelah menikah dengan Syarif Abdullah bergelar Syarifah Mudaim. Ayah Syarif Hidayatullah adalah seorang penguasa Mesir, putera dari Ali Nurul Alim bin Jamaluddin Akbar al-Husaini, seorang keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan dan Alwi Amir Fakih Mesir.
Pada masa lalu terdapat puluhan naskah yang menjelaskan tentang silsilah Syarif Hidayatullah yang diklaim oleh beberapa pihak dan menimbulkan kesimpangsiuran sehingga pada masa pertemuan agung para cendekiawan, sejarahwan, bangsawan dan alim ulama senusantara dan mancanegara (bahasa Cirebon : Gotra sawala) pertama yang dimulai pada tahun 1677 di Cirebon maka Pangeran Raja (PR) Nasiruddin (bergelar Wangsakerta) mengadakan penelitian dan penelusuran serta pengkajian naskah-naskah tersebut bersama para ahli-ahli dibidangnya. Hasilnya pada tahun 1680 disusunlah kitab Negara Kertabumi yang didalamnya memuat bab tentang silsilah Syarif Hidayatullah (Tritiya Sarga) yang sudah diluruskan dari kesimpangsiuran klaim oleh banyak pihak.
Pelusuran sejarah tentang asal-usul Syarief Hidayatullah telah dilakukan oleh Pangeran Raja (PR) Nasiruddin dengan melakukan penelitian terhadap naskah naskah yang ada dengan dibantu oleh para ahli di bidangngnya dalam pertemuan agung Gotra Sawala pertama di Cirebon, penelusuran tersebut menghasilkan sebuah kitab yang diberi nama NEGARA KERTABHUMI yang memuat bab tentang SILSILAH SYARIEF HIDAYATULLAH dalam TRITIYA SARGA dan ada juga beberapa versi lain, yakni versi NASKAH KAPRABONAN, versi KITAB PURWAKA CARUBAN NAGARI, dan versi KITAB SYAMSU AZH ZHAHIRAH FI NASABI AHLI AL-BAIT, terlepas dari banyaknya versi tersebut, masih sangat jelas ujung dan pangkal identitas keturunannya.
Demikianlah KISAH PUTRI DINASTI MING, TAN HONG TIEN NIO - 陈凤珍娘, ISTRI SUNAN GUNUNG JATI dari Cirebon, Jawa Barat. Pesan-pesan moral yang kita dapat peroleh dari kisah ini adalah KETEGUHAN CINTA SEJATI, MENGHARGAI PERBEDAAN dan MENGHORMATI PERSAMAAN, Siapapun sebenarnya Putri Tan Hong Tien Nio, hal ini urusannya pakar sejarah. meski melacak kebenaran sejarah sang putri akan menemui jalan buntu. Tapi yang jelas di makam Putri Ong Tien di Cirebon banyak warga keturunan Tionghoa dan warga muslim yang berziarah ke sana setiap tahunnya. Selain itu, kebudayaan China pun diseleksi dan ikut menyatu dalam kehidupan masyarakat setempat. Maka jika berkunjung ke makam Sunan Gunung Jati di Cirebon jangan heran disana banyak ornamen cina dan nuansa cina lainnya. Terlepas dari segala keraguan dan kerancuan sejarah mencatatnya, karena jelas dicatat oleh manusia dan menjadi rahasia abadi milik TUHAN YANG MAHA ESA.
KETEGUHAN CINTA SEJATI, banyak pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud HAMIL pada saat SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI di uji kesaktiannya, adalah yang HAMIL adalah HATI-nya, maksudnya adalah HATI-nya PUTRI LIE ONG TIEN - 李凤珍 atau PUTRI TAN HONG TIEN NIO -陈凤珍娘 dimana sang putri telah mengidamkan untuk bersanding menjadi istri SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI sehingga sang putri dengan keteguhan cinta sejatinya rela berlayar jauh dari tanah kelahirannya menyusul SYEKH SYARIF HIDAYATULLAH atau SUNAN GUNUNG JATI yang kemudian menjadi suaminya.
MENGHARGAI PERBEDAAN dan MENGHORMATI PERSAMAAN, dalam kisah ini jelas sekali kita melihat tidak adanya perbedaan yang membuat derajat atau kasta seseorang dibawah orang lain terlepas dari keyakinan beragamanya, dalam kisah ini juga jelas sekali menghormati persamaan sebagai manusia yang setara, bagaimana orang-orang Tiongkok atau Indragiri (Champa) membuka diri atas kehadiran individu/orang dari asing dengan keyakinan beragama yang jelas sangat berbeda.Dan itu terjadi dimasa lalu, dimana keterbukaan teknologi sangat jauh berbeda dengan saat ini, lalu kenapa kita sebagai manusia-manusia modern saat ini masih berusaha memeta-metakan perbedaan golongan, individu, kelompok dan keyakinan beragama?. (Agatha Nicole Tjang – Ie Lien Tjang © http://agathanicole.blogspot.co.id)
BERSAHABAT DENGAN AGATHA NICOLE TJANG - IE LIEN TJANG