Kerajaan Mori merupakan suatu kerajaan yang terdapat di wilayah Sulawesi Tengah dan diperintah pada suatu masa oleh seorang raja yang dikenal dengan sebutan 'Mokole Marunduh' (Datu'ri tana Mokole Marunduh). Sama seperti kerajaan- kerajaan lain di Indonesia, kerajaan ini juga dibentuk dan diberikan pengabsahannya berdasarkan kisah-kisah lokal dari memori kolektif masyarakat yang bercorak legenda.
∞∞∞
Alkisah, Tanah Mori dihuni oleh beragam suku. Setiap suku memiliki Mokole (organisasi pemerintahan) yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang bergelar Mokolempalili. Sebagian dari mokole tersebut ada yang memiliki wilayah yang luas dan pengaruhnya terhadap mokole yang lain pun lebih besar. Suku-suku besar tersebut di antaranya adalah Suku Moleta, Petasia, Lembo, Murungkuni, Tovatu, dan Musimbatu. Meskipun demikian, mokole suku yang lebih kecil tidak mau tunduk kepada mokole yang lebih besar sehingga sering terjadi peperangan di antara mereka. Akibatnya, banyak korban jiwa yang berjatuhan dan kehidupan masyarakat pun tidak tenang. Melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut, para Mokolempalili dari mokole besar mengadakan musyarawah untuk mencari seorang raja yang dapat mempersatukan mereka.
- “Jika keadaannya terus begini, warga tidak akan pernah hidup tenang. Kita harus mencari jalan keluar,” ujar salah satu Mokolempalili.
- “Saya setuju. Tapi, apa yang harus kita lakukan?” tanya Mokolempalili yang kedua.
- “Sebaiknya permasalahan ini kita sampaikan kepada Ratu Palopo. Barangkali dia dapat membantu,” ujar Mokolempalili yang ketiga.
Akhirnya, para Mokolempalili bersepakat untuk menghadap Ratu Palopo, yakni raja yang memerintah di Kerajaan Luwuk, Sulawesi Selatan. Ditunjuklah dua Mokolempalili sebagai utusan untuk bertemu Ratu Palopo. Kedua Mokolempalili itu bernama Tande Rumba-Rumba dan Rarahake. Setiba di Negeri Palopo, mereka pun langsung menghadap Ratu Palopo.
- “Ampun, Baginda Ratu. Maksud kedatangan hamba ke mari adalah untuk meminta bantuan,” lapor Tande Rumba-Rumba.
- “Apa yang bisa aku bantu untuk kalian?” tanya sang Ratu.
Utusan Mokolempalili dari Tanah Mori itu pun menceritakan bahwa negeri mereka memerlukan seorang raja yang mampu mempersatukan seluruh mokole yang kerap berselisih.
- “Baiklah, kalian boleh membawa saudaraku, Sungkawang, Sungkawawo, dan Pileweti ke Tanah Mori. Sekiranya berkenan, angkatlah mereka menjadi raja di negeri kalian,” ujar Ratu Palopo.
- “Terima kasih, Baginda. Kami berharap semoga salah seorang dari saudara Baginda dapat mempersatukan para mokole sehingga perdamaian akan terwujud di Tanah Mori,” sahut Rarahake dengan perasaan gembira.
Ratu Palopo pun meminta ketiga saudaranya untuk berangkat bersama-sama kedua utusan Mokolempalili itu ke Tanah Mori. Ketika mereka sedang dalam perjalanan melewati siran tanah atau tanah perbatasan antara Negeri Palopo dan Tanah Mori, tepatnya Desa Meiki, tiba-tiba mereka mendengar suara burung.
- “Meiki-meiko… meiko-meiki…!!!”
- “Hai, tahukah kalian arti kicauan burung itu?” tanya Tande Rumba-Rumba.
- “Iya, kami tahu. Kicauan burung itu menyebut nama tempat ini,” jawab Rarahaka.
Demikian pula, ketiga saudara Ratu Palopo. Mereka juga mengartikan bahwa tanah itu bernama Meiki dan baik untuk ditempati oleh Mokolempilili. Akhirnya, rombongan itu bersepakat menunjuk Sungkawang untuk menjadi Karua (gelar sebagai Mokolempalili) di daerah yang kini dikenal dengan nama Desa Meiki itu. Sementara itu, Sungkawawo dan Pilewiti kembali meneruskan perjalanan bersama Tande Rumba-Rumba dan Rarahake.
Setiba di Tanah Mata Wundala, kedua Mokolempilili tersebut kemudian bersepakat menunjuk Sungkawawo menjadi Raja Mori yang berkedudukan di daerah itu. Sejak itulah, Sangkawawo menjadi raja pertama di Kerajaan Mori. Ia memimpin kerajaan itu dengan arif dan bijaksana. Ia kemudian mengatur pembagian wilayah pemeritahan tiap-tiap mokole yang dikepalai oleh seorang Cara Kolempalili. Cara Kolempalili ini bertugas untuk mengatur penyelesaian upeti atau pajak yang akan disetorkan kepada Raja Mori setiap tahunnya.
Di bawah kepemimpinan Sangkawawo, rakyat Mori yang terdiri dari berbagai suku tersebut senantiasa hidup aman dan sejahtera. Untuk meningkatkan keamanan, ia melantik seorang Mokolempalili yang bergelar Bonto, yaitu bertugas sebagai penghubung antara raja dengan para Mokolempalili di Tanah Mori.
Demikian, Sangkawawo memimpin Kerajaan Mori hingga akhir hayatnya. Kedudukan sebagai raja kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Marunduh. Konon, Raja Marunduh memimpin Kerajaan Mori hingga penjajah Belanda masuk ke daerah Poso hingga wilayah Tanah Mori.
Sementara itu Pilewiti, saudara Sangkawawo, kembali melanjutkan perjalanan seorang diri. Setelah berhari-hari menempuh perjalan yang cukup jauh, ia pun berhenti di suatu tempat karena merasa sangat lelah.
- “Yaku tojomo (saya sudah lelah),” gumamnya.
Rupanya, Pilewiti sudah tidak kuat lagi melanjutkan perjalanan. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk menetap dan menjadi raja di daerah itu. Daerah itu kemudian ia namakan Tanah Tojo, yaitu diambil dari kata tojomo. Tanah Tojo yang berada di pesisir timur Kabupaten Poso itu kini telah menjadi salah satu nama kecamatan, yakni Kecamatan Tojo.
*****
Demikianlah kisah Asal Mula Kerajaan Mori dari daerah Morowali, Sulawesi Tengah. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa perdamaian akan membawa ketenteraman. Itulah yang membuat para Mokolempalili untuk mencari seorang raja agar para mokole tidak lagi saling bermusuhan antara satu dengan yang lainnya.
Dari beberapa sumber sejarah bahwa cikal bakal terbentuknya atau berdirinya Kerajaan Mori ini diawali dengan munculnya tokoh terkemuka bernama Mokole Moiki yang kemudian menikah dengan Mokole juga bernama Mokole Mohainga yang berasal dari daerah sekitar Danau Matano. Pernikahan itu banyak mempengaruhi masyarakat sekitar. Kepala masing-masing kelompok (secara kolektif disebut mia motau) terus datang untuk memberi hormat kepadanya dan memintanya untuk menjadi pemimpin mereka.
Selanjutnya, mereka memintanya untuk pindah dari tempat tinggalnya sekarang ke tanah mereka agar menjadi raja mereka yang berkuasa. Kemudian Mokole Moiki dan ratu pindah dan tinggal di Wawontuko dan kemudian mendirikan sebuah kerajaan yang mengawasi sejumlah komunitas yang berada di sekitar. Mokole Moiki kemudian menjadi Raja pertama (Mokole I) Kerajaan Mori yang didirikan oleh masyarakat bersatu.
Perkiraan waktu berdirinya Kerajaan ini kira-kira sekitar tahun 1580 dengan Raja pertamanya, Marunduh I (1580-1620). Sejarah Kerajaan ini mengungkapkan sebuah cerita unik tentang tekad dan tekad yang kuat untuk mempertahankan kebebasan dan kedaulatan Kerajaan dan rakyatnya. Perluasan kekuasaan dan wilayah tidak dilakukan dengan perang yang bertujuan untuk menaklukkan target yang dituju. Tugas orang yang berkuasa biasanya untuk membela kebebasan dan kedaulatan rakyatnya. Jika terjadi konflik antara masyarakat yang belum menyatu dengan kerajaannya, dia tidak akan menengahi konflik. Namun, jika ada permintaan bantuan, dia akan membantu mengurus masalah ini. Dalam kasus ini, jika dia berhasil membantu dan menyelesaikan masalah, suku yang telah menerima bantuan tersebut, akan bergabung secara sukarela dengan Kerajaan Mori. Apalagi suku (masyarakat) yang sebelumnya pernah menentang suku tersebut, yang sudah menerima pertolongan tersebut, menyerah dan tunduk pada kewenangan Kerajaan Mori.
Raja-raja Kerajaan Mori :
- 1580 – 1620 : Mokole Marunduh
- 1620 – 1670 : …… Marunduh
- 1670 – 1730 : Anamba Marundoh V
- 1730 – ……. : Marundoh VI (Sungkawano II)
- …… – ……. : Mohi Marunduh VII
- …… – ……. : Ngarindi Marunduh VIII
- …… – 1840 : Lawolio Marunduh IX
- 1840 – 1870 : Makole Tosaleko Marunduh X
- 1870 – 17 Aug 1907 : Makole Datu ri Tana Marunduh XI
- 1907 – 1928 : Kamasi Ede Marunduh XII
- 1928 – 1942 : Owolu Marunduh XIII
- 1942 – 1945 : Besau Marunduh XIV
- 1945 – 1949 : Owolu Marunduh XIII
- 1949 – 1950 : Pirau Marunduh
- 1950 – 1957 : Mainda Rumampuo Marunduh XV
Sampai saat ini ada beberapa bagian dari alur sejarah yang masih belum terkuak, mungkin jika kita membaca buku yang ditulis oleh Edward L, Poelinggomang tentang Kerajaan Mori – Sejarah dari Sulawesi Tengah akan lebih detail alur sejarahnya.
Agatha Nicole Tjang – Ie Lien Tjang © http://agathanicole.blogspot.co.id
BERSAHABAT DENGAN AGATHA NICOLE TJANG - IE LIEN TJANG
No comments:
Post a Comment
Teman-Teman yang berkunjung pasti komentarnya juga baik. karena kita semua manusia baik-baik. Oleh karena itu Nicole bilang Salam Komen terbaik kepada semua.
Kalau Mau Contact Nicole di :
Em@il : ieliencang@gmail.com
Phone & SMS : +6287760129111
T E R I M A K A S I H - MATUR SUKME - THANK YOU