Menu

Thursday, February 6, 2014

SEJARAH DAN MITOLOGY TAHUN BARU CHINA - IMLEK - CHINESE LUNAR NEW YEAR

"Gōngxǐ fācái" (bahasa Mandarin) - "Kung hei fat choi" (bahasa Kantonis) - "Kiong hi huat cai" (bahasa Hokkien) - "Kiong hi fat choi" {bahasa Hakka) - "Xīnnián kuàilè" (新年快樂) = "Selamat Tahun Baru" ……
Gak terasa yah, sekarang kita memasuki tahun yang baru dan kebetulan Nicole juga menempati rumah yang baru di Denpasar, Bali, Indonesia, tapi tahun baru ini juga Nicole sedih banget karena nenek (ibunya mami, nainai - wai-p’o), sedang sakit dan harus menjalani operasi di Rumah sakit Bedah Surabaya (www.rsbedah-sby.com) karena ada urat/otot yang terjepit sehingga nenek sulit berjalan dengan baik. Dan Nicole selalu berdoa “ Semoga Sang Buddha dan Bodhisatva, melindungi Nenek dan segera diberi kesembuhan ”.

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥 元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti "malam pergantian tahun".

Imlek (lafal Hokkian dari 阴历, pinyin: yin li, yang artinya kalender bulan) atau Kalender Tionghoa adalah kalenderlunisolar yang dibentuk dengan menggabungkan kalender bulan dan kalender matahari. Kalender Tionghoa sekarang masih digunakan untuk memperingati berbagai hari perayaan tradisional Tionghoa dan memilih hari yang paling menguntungkan untuk perkawinan atau pembukaan usaha. Kalender Tionghoa dikenal juga dengan sebutan lain seperti "Kalender Agrikultur" (nónglì 农 历/農曆), "Kalender Yin 阴历/陰曆" (karena berhubungan dengan aspek bulan), "Kalender Lama" (jìulì 旧历/舊曆) setelah "Kalender Baru" (xīnlì 新 历/新曆) yaitu Kalender Masehi, diadopsi sebagai kalender resmi, dan "Kalender Xià 夏历/夏曆" yang pada hakikatnya tidak sama dengan kalender saat ini.

Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Meskipun penanggalan Imlek secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, penanggalan Tionghoa di luar Tiongkok seringkali dinomori dari pemerintahan Huangdi. Setidaknya sekarang ada tiga tahun berangka 1 yang digunakan oleh berbagai ahli, sehingga pada tahun 2009 masehi "Tahun Tionghoa" dapat jadi tahun 4707, 4706, atau 4646.

Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873). Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Makau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi suku Han yang signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan pada berbagai derajat, telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut.

TANGGAL PERAYAAN
Kalender suryacandra Tionghoa menentukan tanggal Tahun Baru Imlek. Kalender tersebut juga digunakan di negara-negara yang telah mengangkat atau telah dipengaruhi oleh budaya Han (terutama di Korea, Jepang, dan Vietnam) dan mungkin memiliki asal yang serupa dengan perayaan Tahun Baru di luar Asia Timur (seperti Iran, dan pada zaman dahulu kala, daratan Bulgar).

Dalam kalender Gregorian, Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal yang berbeda setiap tahunnya, antara tanggal 21 Januari sampai 20 Februari. Dalam kalender Tionghoa, titik balik mentari musim dingin harus terjadi di bulan 11, yang berarti Tahun Baru Imlek biasanya jatuh pada bulan baru kedua setelah titik balik mentari musim dingin (dan kadang yang ketiga jika pada tahun itu ada bulan kabisat). Di budaya tradisional di Cina, lichun adalah waktu solar yang menandai dimulainya musim semi, yang terjadi sekitar 4 Februari.


Tanggal untuk Tahun Baru Imlek dari 1996 sampai 2019 (dalam penanggalan Gregorian) dapat dilihat di tabel di atas, bersamaan dengan shio hewan untuk tahun itu dan cabang duniawinya. Bersamaan dengan daur 12-tahun masing-masing dengan shio hewan ada daur 10-tahun batang surgawi. Setiap surgawi dikaitkan dengan salah satu dari lima elemen perbintangan Cina, yaitu: Kayu, Api, Bumi, Logam, dan Air. Unsur-unsur tersebut diputar setiap dua tahun sekali sementara perkaitan yin dan yang silih berganti setiap tahun. Unsur-unsur tersbut dengan itu dibedakan menjadi: Kayu Yang, Kayu Yin, Api Yang, Api Yin, dan seterusnya. Hal ini menghasilkan sebuah daur gabungan yang berulang setiap 60 tahun. Sebagai contoh, tahun dari Tikus Api Yang terjadi pada 1936 dan pada tahun 1996.

Banyak orang mengacaukan tahun kelahiran Tionghoa dengan tahun kelahiran Gregorian mereka. Karena Tahun Baru Imlek dapat dimulai pada akhir Januari sampai pertengahan Februari, tahun Tionghoa dari 1 Januari sampai hari imlek pada tahun baru Gregorian tetap tidak berubah dari tahun sebelumnya. Sebagai contoh, tahun ular 1989 mulai pada 6 Februari 1989. Tahun 1990 dianggap oleh beberapa orang sebagai tahun kuda. Namun, tahun ular 1989 secara resmi berakhir pada 26 Januari 1990. Ini berarti bahwa barang siapa yang lahir dari 1 Januari ke 25 Januari 1990 sebenarnya lahir pada tahun ular alih-alih tahun kuda.

SEJARAH
Sebelum Dinasti Qin, tanggal perayaan permulaan sesuatu tahun masih belum jelas. Ada kemungkinan bahwa awal tahun bermula pada bulan 1 semasa Dinasti Xia, bulan 12 semasa Dinasti Shang, dan bulan 11 semasa Dinasti Zhou di China. Bulan kabisat yang dipakai untuk memastikan kalendar Tionghoa sejalan dengan edaran mengelilingi matahari, selalu ditambah setelah bulan 12 sejak Dinasti Shang (menurut catatan tulang ramalan) dan Zhou (menurut Sima Qian). Kaisar pertama China Qin Shi Huang menukar dan menetapkan bahwa tahun tionghoa berawal di bulan 10 pada 221 SM. Pada 104 SM, Kaisar Wu yang memerintah sewaktu Dinasti Han menetapkan bulan 1 sebagai awal tahun sampai sekarang. Tahun pertama Tahun Baru Imlek/Yinli dihitung berdasarkan tahun pertama kelahiran Kongfuzi (Confucius), hal ini dilakukan oleh Kaisar Han Wudi sebagai penghormatan kepada Kongfuzi yang telah mencanangkan agar menggunakan sistem penanggalan Dinasti Xia dimana Tahun Baru dimulai pada tanggal 1 bulan kesatu. Oleh sebab itu sistem penanggalan ini dikenal pula dengan Kongzili.

Huang Di
Kalender Tionghoa mulai dikembangkan pada milenium ke-3 SM, konon ditemukan oleh penguasa legendaris pertama, Huáng Dì, yang memerintah antara tahun 2698 SM-2599 SM, dan dikembangkan lagi oleh penguasa legendaris ke-4, Kaisar Yáo. Siklus 60 tahun (gānzhī atau liùshí jiǎzǐ) mulai digunakan pada milenium ke-2 SM. Kalender yang lebih lengkap ditetapkan pada tahun 841 SM pada zaman Dinasti Zhōu dengan menambahkan penerapan bulan ganda dan bulan pertama setiap tahun dimulai dekat dengan titik balik Matahari pada musim dingin.

Dinasti Qin
Kalender Sìfēn (4 triwulan), yang mulai diterapkan sekitar tahun 484 SM, adalah kalender Tionghoa pertama yang memakai perhitungan lebih akurat, menggunakan penanggalan Matahari 365,25 hari, dengan siklus 19 tahun (235 bulan), yang dalam ilmu pengetahuan Barat dikenal sebagai Peredaran Metonic. Titik balik Matahari musim dingin adalah bulan pertamanya dan bulan gandanya disisipkan mengikuti bulan ke-12. Pada tahun 256 SM, kalender ini mulai digunakan oleh negara Qín, kemudian diterapkan di seluruh negeri Cina setelah Qín mengambil alih keseluruhan negeri Cina dan menjadi Dinasti Qín. Kalender ini tetap digunakan sepanjang separuh pertama Dinasti Hàn.

Dinasti Han
Kaisar Wǔ dari Dinasti Han memperkenalkan reformasi kalender baru. Kalender Tàichū (Permulaan Agung) pada tahun 104 SM mempunyai tahun dengan titik balik Matahari musim dingin pada bulan ke-12 dan menentukan jumlah hari untuk penanggalan bulan (1 bulan lamanya 29 atau 30 hari) dan bukan sesuai dengan prinsip terminologi Matahari (yang secara keseluruhan sama dengan tanda zodiak), karena gerakan Matahari digunakan untuk mengalkulasi Jiéqì (ciri-ciri musim).

Dinasti Tang
Sedangkan pada zaman Dinasti Jin dan Dinasti Tang juga sempat dikembangkan Kalender Dàyǎn dan Huángjí, walaupun tidak sempat dipergunakan. Dengan pengenalan ilmu astronomi Barat ke Cina melalui misi penyebaran agama Kristen, gerakan bulan dan Matahari mulai dihitung pada tahun 1645 dalam Kalender Shíxiàn Dinasti Qīng, yang dibuat oleh Misioner Adam Schall.

Kalender Tionghoa memiliki aturan yang sedikit berbeda dengan kalender umum, seperti: perhitungan bulan adalah rotasi bulan pada bumi. Berarti hari pertama setiap bulan dimulai pada tengah malam hari bulan muda astronomi. (Catatan, "hari" dalam Kalender Tionghoa dimulai dari pukul 23:00 dan bukan pukul 00:00 tengah malam). Satu tahun ada 12 bulan, tetapi setiap 2 atau 3 tahun sekali terdapat bulan ganda (rùnyuè, 19 tahun 7 kali). Berselang satu kali jiéqì (musim) tahun Matahari Cina adalah setara dengan satu pemulaan Matahari ke dalam tanda zodiak tropis. Matahari selalu melewati titik balik Matahari musim dingin (masuk Capricorn) selama bulan 11.

Penerapan pada masa kini
Penggunaan utama dalam kegiatan sehari-hari adalah menentukan fase bulan, yang penting bagi petani dan dimungkinkan karena setiap hari dalam kalender sesuai dengan fase tertentu dalam suatu bulan. Kalender tradisional Asia Timur lainnya mirip, atau sama dengan kalender Tionghoa: kalender Korea sama, dalam kalender Vietnam digunakan kucing, bukan kelinci dalam shio-nya, dan kalender Jepang tradisional menggunakan metode penghitungan yang berbeda, sehingga ada ketidaksesuaian antara kedua kalender itu dalam tahun-tahun tertentu.

Dua belas shio
Kedua belas binatang (十二生肖 shíèr shēngxiào, atau 十二屬相 shíèr shǔxiāng) yang melambangkan kedua belas Cabang Bumi adalah, sesuai urutannya:


1. Tikus
2. Kerbau
3. Macan
4. Kelinci
5. Naga
6. Ular
7. Kuda
8. Kambing
9. Kera
10. Ayam
11. Anjing
12. Babi.

HARI RAYA
Tanggal berdasarkan penanggalan Tionghoa.
Tanggal
Nama Bahasa Indonesia
Nama Mandarin
Keterangan
bulan 1, hari 1
Tahun Baru Imlek atau Festival Musim Semi
春節 chūnjié

Pertemuan keluarga dan perayaan besar selama tigahari ;secara tradisional selama 15 hari

bulan 1, hari 15

Festival Lampion, sebuah hari kasih sayang

元宵 , yuánxiāojié

Memakan Yuanxiao
dan pemasangan lampion

4 atau 5 Apr

Festival Membersihkan Makam, atau Ching Ming/Cheng Beng
清明節 , qīngmíngjié
Pertemuan keluarga,ziarah ke makam keluarga/leluhur

bulan 5, hari 5
Festival Perahu Naga, atau Peh Cun
端午節 , duānwǔjié

Lomba perahu naga dan memakan zhongzi

bulan 7, hari 7
Festival Meminta Ketrampilan, sebuah hari kasih sayang
乞巧節 , qǐqiǎojié

Para gadis mempelajari ketrampilan rumah tangga dan 'meminta' perkawinan yang baik

bulan 7, hari 15
Festival Hantu, atau Festival Para Roh

中元節 , zhōngyuánjié

bulan 8, hari 15
Festival Pertengahan Musim Gugur

中秋節\ , zhōngqiūjié

Pertemuan keluarga dan memakan kue bulan
bulan 9, hari 9
Festival Yang Ganda
重陽節 , chóngyángjié

Mendaki gunung dan pertunjukan bunga

bulan 10, hari 15
Festival Xia Yuan
下元節 , xiàyuánjié

Doa untuk tahun perdamaian kepada tuhan air

21 atau 22 Des

Festival Titik Balik Matahari Musim Dingin

冬節 , dōngjié
Pertemuan keluarga

bulan 12, hari 23
Festival Masakan Arwah
謝灶 , xièzào

Bekerja untuk memasak agar arwah terhormat


Nama-nama Bulan
No.
Penanggalan Tionghoa
Lama Hari
1
Cia Gwee
30
2
Ji Gwee
29
3
Sa Gwee
30
4
Si Gwee
30
5
Go Gwee
29
6
Lak Gwee
30
7
Cit Gwee
29
8
Pe Gwee
29
9
Kauw Gwee
30
10
Cap Gwee
29
11
Cap It Gwee
29
12
Cap Ji Gwee
30
13
Lun….Gwee
(30)
Total

354/384
Keterangan : Tanda miring dan kurung merupakan tahun kabisat dalam kalender Tionghoa yang berjumlah 7 buah yaitu 3,6,8,11,14,17 dan 19.

MITOS
Di Negara asalnya yaitu China dan juga negara yang mayoritas berpenduduk Chinese seperti Taiwan, Hongkong Perayaan Tahun Baru ini juga disebut Perayaan Musim Semi, ” Chung Chie atau The Spring Festival “. Secara resmi perayaan ini kemudian disebut Chinese New Year (Tahun Baru Chinese). Nama ini digunakan untuk mengganti sebutan Tahun Baru Lunar sejak setelah revolusi Xinhai pada tahun 1911. Aslinya perayaan musim semi ini adalah warisan masa lampau yaitu ritual La.
Secara umum, La adalah hari terakhir dalam satu tahun pada saat panen raya sudah dirampungkan dan sebagai ungkapan rasa syukur, orang Chinese (Tionghoa) memberikan sesaji kepada para dewa dan leluhur. Menurut kamus bahasa China modern, La berarti periode bulan keduabelas menurut kalender lunar disaat mana upacara ritual untuk menghormati dewa-dewi dan leluhur dilaksanakan.

Pada masa Dinasti Han berkuasa di Tiongkok, Xu Shen menulis dalam bukunya bahwa, pada hari La, 36 hari setelah perayaan Dongzhi (yaitu hari terpendek dalam satu tahun yang biasanya bertepatan dengan tanggal 21 atau 22 bulan Desember), semua dewa diberikan sesaji.
Walaupun perayaan musim semi ini jatuh pada hari pertama bulan pertama suatu tahun, namun umumnya perayaan berlangsung sepanjang bulan. Dimulai dengan pesta atau perayaan membuat dan memakan semacam bubur special yang disebut ” La Ba Zhou ” pada hari kedelapan bulan keduabelas tahun lunar. Bubur ini disebut juga “Bubur hari kedelapan dari La”.
Dibagian Selatan China, dan juga dibawa hingga kenegara-negara di Asia Tenggara, makanan ini dikenal sebagai “onde-onde berkuah”. Rangkaian perayaan berakhir pada hari kelimabelas bulan pertama (Cap Go Me), dimana orang-orang Tionghoa merayakan “Yuan Xiao atau Festival Lampion”. Belakangan festival lampion ini juga diramaikan dengan Tarian Naga (Liang Liong) dan Akrobat Barongsai.

Dan menurut Mitos Ceita Rakyat lainnya yang diceritakan secara turun temurun, dahulu kala, Nián (年) adalah seekor raksasa pemakan manusia dari pegunungan (ataudalam ragam hikayat lain, dari bawah laut), yang muncul di akhir musim dingin untuk memakan hasilpanen, ternak dan bahkan penduduk desa. Untuk melindungi diri mereka, para penduduk menaruh makanan di depan pintu mereka pada awal tahun. Dipercaya bahwa melakukan hal itu Nian akan memakan makanan yang telah mereka siapkan dan tidak akan menyerang orang atau mencuri ternak dan hasil Panen.

Pada suatu waktu, penduduk melihat bahwa Nian lari ketakutan setelah bertemu dengan seorang anak kecil yang mengenakan pakaian berwarna merah. Penduduk kemudian percaya bahwa Nian takut akan warna merah, sehingga setiap kali tahun baru akan datang, para penduduk akan menggantungkan lentera dan gulungan kertas merah dijendela dan pintu. Mereka juga menggunakan kembang api untuk menakuti Nian. Adat-adat pengurisan Nian ini kemudian berkembang menjadi perayaan Tahun Baru. Guò nián (Hanzi tradisional: 過年; Tionghoa: 过年), yang berarti "menyambut tahun baru", secara harafiah berarti "mengusir Nian". Sejak saat itu, Nian tidak pernah datang kembali ke desa. Nian pada akhirnya ditangkap oleh 鸿钧老祖 atau 鸿钧天尊Hongjun Laozu, seorang Pendeta Tao dan Nian kemudian menjadi kendaraan Honjun Laozu.

Legenda Perayaan Musim Semi
Menurut legenda, konon pada masa lampau ada seorang pria bernama Wannian. Suatu hari ia duduk dibawah pohon dan menyadari kalau bayangan pohon bergerak secara teratur sesuai dengan pergerakan matahari. Berdasarkan pengamatannya, Wannian membuat semacam pengukur waktu menggunakan tongkat. Namun sayang, pengukur waktu penemuannya ini hanya berfungsi ketika sinar matahari tidak sedang tertutup awan pada siang hari dan dimalam hari sama sekali tidak dapat dipergunakan. Hal ini memacu Wannian untuk menciptakan suatu alat yang tidak tergantung oleh sinar matahari. Ia lalu membuat semacam jam dengan mempergunakan sebuah jar yang diletakkan sedemikian rupasehingga air di dalam jar tersebut akan menetes perlahan dengan interval yang dapat diatur.

Diwaktu yang sama, Raja Zuyi sedang mencemaskan bencana alam yang melanda negerinya. Ia yakin banyak penderitaan akibat bencana alam dapatdihindari atau setidaknya dikurangi efeknya jika saja dia tahu bagaimana memprediksi cuaca. Salah satu menterinya, A-heng yang ingin mencari muka dihadapan raja malah mengusulkan raja mengadakan upacara sembahyang pada langit (Tuhan), katanya Kaisar Giok (Bossnya Dewa-Dewi orang Tionghoa) minta sogokan atau kalau tidak akan diturunkan bencana. Raja Zuyi menerima usulannya, tetapi bencana alam tetap saja tidak dapat dihindari.

Ketika Wannian mendengar hal itu, ia segera pergi menemui Raja Zuyi. Ia menerangkan hasil observasinya mengenai waktu dan perubahan alam kepada sang raja. Zuyi sangat terkesan sehingga ia segera mendirikan stasiun pengamat cuaca lengkap dengan alat ukur waktu agar Wannian dapat menciptakan sebuah sistem kalender demi kepentingan rakyatnya.

Beberapa waktu kemudian, Raja Zuyi menyuruh A-heng untuk memeriksa hasil pekerjaan Wannian. Menteri tersebut pergi ke stasiun pengamat cuaca dan menemukan catatan-catatan Wannian di dinding, bahwa satu siklus waktu yang terdiri dari 360 hari, 12 siklus bulan dan 4 perubahan musim. Agaknya Wanian hampir merampungkan tugasnya.

Khawatir kalau prestasi Wannian akan membuat dirinya tersingkir dari lingkaran pengaruh Raja Zuyi, kemudian A-heng mengirim pembunuh bayaran untuk menghabisi Wannian. Namun pembunuh bayaran tersebut tertangkap sebelum mencelakai Wannian. Ketika Raja Zuyi mengetahui keterlibatan A-heng dalam rencana pembunuhan tersebut, A-heng akhirnya dihukum pancung. Setelah itu Raja Zuyi sendiri yang mengunjungi Wannian di stasiun cuacanya. Wannian menjelaskan bahwa ia telah berhasil menciptakan suatu kalender. Kebetulan saat itu menurut sistem kalender penemuan Wannian, satu siklus tahunan akan segera berakhir, karena itu ia meminta Raja Zuyi memilih suatu tanggal sebagai permulaanatau hari pertama tahun yang baru. Raja Zuyi berpendapat hari pertama musim semi mestinya tepat untuk dijadikan hari pertama permulaan tahun baru. Musim semi adalah musim dimana segala sesuatu yang lama digantikan oleh yang baru, musim dingin telah berlalu, bunga-bunga mulai bermekaran, tunas-tunas tanaman mulai bertumbuhan.

Itulah awal mula perayaan musim semi atau the spring festival. Perayaan inilah yang kemudian dirayakan sebagai Chinese New Year atau di Indonesia dikenal sebagai Tahun Baru Imlek. Sebagai penghargaan kepada Wannian yang telah menciptakan sistem kalender yang mempergunakan sistem solar (peredaran matahari), Raja Zuyi memberi nama kalender tersebut dengan nama ” Kalender Wannian” dan memberi gelar kepada Wannian sebagai “Dewa Panjang umur” dan memberi amplop merah (angpao) berisi uang sebagai hadiah menyambut tahun baru.

Saat ini perayaan dilakukan dengan jamuan besar dan berbagai kegiatan. Di Taiwan dirayakan sebagai Festival Lampion. Di Asia Tenggara dikenal sebagai hari Valentine Tionghoa, masa ketika wanita-wanita yang belum menikah berkumpul bersama dan melemparkan jeruk kedalam laut.

Sejarah Tahun Baru Imlek di Indonesia
Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.
Pada tahun 1946, ketika Republik Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama No.2/OEM-1946 yang pada pasal 4 nya ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu :

· Tahun Baru Imlek,
· hari wafatnya Khonghucu ( tanggal 18 bulan 2 Imlek),
· Ceng Beng dan
· hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek).

Dengan demikian secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili merupakan hari raya Agama Tionghoa.

Orang Tionghoa yang pertama kali mengusulkan larangan total untuk merayakan Imlek, adat istiadat, dan budaya Tionghoa di Indonesia kepada Presiden Soeharto sekitar tahun 1966-1967 adalah Kristoforus Sindhunata alias Ong Tjong Hay.

Namun, Presiden Soeharto merasa usulan tersebut terlalu berlebihan, dan tetap mengijinkan perayaan Imlek, adat istiadat, dan budaya tionghoa namun diselengarakan hanya di rumah keluarga tionghoa dan di tempat yang tertutup, hal inilah yang mendasari diterbikannya Inpres No. 14/1967.

Pada 6 Desember 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dalam instruksi tersebut ditetapkan bahwa seluruh Upacara Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup.

Instruksi Presiden ini bertujuan mengeliminasi secara sistematis dan bertahap atas identitas diri orang-orang Tionghoa terhadap Kebudayaan Tionghoa termasuk Kepercayaan, Agama dan Adat Istiadatnya. Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, seluruh Perayaan Tradisi dan Keagamaan Etnis Tionghoa termasuk Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, Pehcun dan sebagainya dilarang dirayakan secara terbuka. Demikian juga tarian Barongsai dan Liong dilarang dipertunjukkan.

Tahun itu pula dikeluarkan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 dan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978 yang isinya menganjurkan bahwa WNI keturunan yang masih menggunakan tiga nama untuk menggantinya dengan nama Indonesia sebagai upaya asimilasi. Hal ini didukung pula oleh Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB).

LPKB menganjurkan keturunan Tionghoa, antara lain, agar :
  • Mau melupakan dan tidak menggunakan lagi nama Tionghoa.
  • Menikah dengan orang Indonesia pribumi asli.
  • Menanggalkan dan menghilangkan agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa, termasuk bahasa maupun semua kebiasaan dan kebudayaan Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari, termasuk larangan untuk perayaan tahun baru imlek.
Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC). BKMC berada di bawah BAKIN yang menerbitkan tak kurang dari 3 jilid buku masing-masing setebal 500 halaman, yaitu "Pedoman Penyelesaian Masalah Cina" jilid 1 sampai 3. Dalam hal ini, pemerintahan Soeharto dengan dengan tegas menganggap keturunan Cina dan kebiasaan serta kebudayaan Cina, termasuk agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa sebagai "masalah ?" yang merongrong negara dan harus diselesaikan secara tuntas.

Kemudian dengan diterbitkannya SE Mendagri No.477 / 74054 tahun 1978 tertanggal 18 Nopember 1978 tentang pembatasan kegiatan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, yang berisi antara lain, bahwa pemerintah menolak untuk mencatat perkawinan bagi yang Beragama Khonghucu dan penolakan pencantuman Khonghucu dalam kolom Agama di KTP, yang di dukung dengan adanya kondisi sejak tahun 1965-an atas penutupan dan larangan beroperasinya sekolah-sekolah Tionghoa, hal ini menyebabkan terjadi eksodus dan migrasi identitas diri sebagian besar orang-orang Tionghoa ke dalam Agama Kristen sekte Protestan, dan sekte Katolik, Buddha bahkan ke Islam. Demikian juga seluruh perayaan ritual kepercayaaan, agama dan adat istiadat Tionghoa termasuk perayaan Tahun Baru baru Imlek menjadi surut dan pudar.

Surat dari Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Depag No H/BA.00/29/1/1993 menyatakan larangan merayakan Imlek di Vihara dan Cetya.
Kemudian Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) mengeluarkan Surat Edaran No 07/DPP-WALUBI/KU/93, tertanggal 11 Januari 1993 yang menyatakan bahwa Imlek bukanlah merupakan hari raya agama Buddha, sehingga Vihara Mahayana tidak boleh merayakan tahun baru Imlek dengan menggotong Toapekong, dan acara Barongsai.
Pada tanggal 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres N0.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan Upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.

Pada Imlek 2551 Kongzili di tahun 2000 Masehi, Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) mengambil inisiatif untuk merayakan Imlek secara terbuka sebagai puncak Ritual Agama Khonghucu secara Nasional dengan mengundang Presiden Abdurrahman Wahid untuk datang menghadirinya.
Pada tanggal 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Pada saat menghadiri perayaan Imlek 2553 Kongzili, yang diselenggarakan Matakin dibulan Februari 2002 Masehi, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumumkan mulai 2003, Imlek menjadi Hari Libur Nasional. Pengumuman ini ditindak lanjuti dengan dikeluarnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek tertanggal 9 April.

Praktik perayaan tahun baru Imlek di Indonesia
Tahun baru Imlek biasanya berlangsung sampai 15 hari. Pada hari raya Imlek, bagi etnis Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur, seperti, dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau lingwei (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang leluhur pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan leluhur). Oleh sebab itu, pada Hari Raya Imlek anggota keluarga akan mengunjungi rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu) leluhur untuk bersembahyang. Atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei leluhur untuk bersembahyang.

Pada malam tanggal 8 menjelang tanggal 9 pada saat Cu Si (jam 23:00-01:00) Umat melakukan sembahyang lagi. Sembahyang ini disebut Sembahyang “King Thi Kong” (Sembahyang Tuhan Yang Maha Esa) dan dilakukan di depan pintu rumah menghadap langit lepas dengan menggunakan altar yang terbuat dari meja tinggi berikut sesaji, berupa :
  • Sam-Poo (teh, bunga, air jernih),
  • Tee-Liau (teh dan manisan 3 macam),
  • Mi Swa, Ngo Koo (lima macam buah),
  • sepasang Tebu, dan
  • Beberapa peralatan seperti Hio-Lo (tempat dupa), Swan-Loo (tempat dupa ratus/bubuk), Bun-Loo (tempat menyempurnakan surat doa) dan Lilin Besar.
Pada hari Cap Go Meh, tanggal 15 Imlek saat bulan purnama, Umat melakukan sembahyang penutupan tahun baru pada saat antara Shien Si (jam 15:00-17:00) dan Cu Si (jam 23:00-01:00). Upacara sembahyang dengan menggunakan Thiam hio atau upacara besar ini disebut Sembahyang Gwan Siau (Yuanxiaojie). Sembahyang kepada Tuhan adalah wajib dilakukan, tidak saja pada hari-hari besar, namun setiap hari pagi dan malam, tanggal 1 dan 15 Imlek dan hari-hari lainnya.
Demikian sedikit yang Nicole tahu tentang Tahun Baru China atau Perayaan Imlek, semoga berguna, bermanfaat dan dapat membuat kita semakin tahu bagi kita semua.

= = SELESAI = =


No comments:

Post a Comment

Teman-Teman yang berkunjung pasti komentarnya juga baik. karena kita semua manusia baik-baik. Oleh karena itu Nicole bilang Salam Komen terbaik kepada semua.
Kalau Mau Contact Nicole di :
Em@il : ieliencang@gmail.com
Phone & SMS : +6287760129111
T E R I M A K A S I H - MATUR SUKME - THANK YOU